• LinkedIn
  • Join Us on Google Plus!
  • Subcribe to Our RSS Feed

Wednesday, 16 August 2017

Berburu Kepiting Gotho, Melawan Bosan di Karimunjawa

11:36 // by catatan cah angon // , , // No comments


Kepiting Gotho | Ari Kristyono
Bahkan, berwisata di Karimunjawa pun suatu kali bisa juga membosankan.  Ini tentu kasuistis, misalnya ketika hujan sepanjang hari mengguyur wilayah kepulauan 60 mil laut di utara Jepara, dan memaksa wisatawan yang paling betah di pantai dan menceburkan diri ke laut pun, terpaksa memilih bernaung di bawah atap.

Untungnya, selepas pukul 21, hujan benar-benar reda, awan gelap menyibak menampakkan bulan sabit dan beberapa bintang.

“Kita berburu kepiting saja, mau?”

Itu ide Gelora Gusnama atau lebih dikenal dengan nama lokal, Pak Agus, sobat masa kecil yang sudah hampir dua dekade ini memilih hidup dan berbisnis di Karimunjawa. Jika Anda pernah ke Karimunjawa dan menginjakkan kaki di Bukit Love, pria asal Solo inilah pemiliknya.

Berburu kepiting? Langsung kebayang hewan berkaki delapan dengan capit-capit kekar agak menakutkan bagi yang tidak biasa menyentuhnya dalam kondisi hidup. Tapi kalau sudah matang berbumbu, hanya pengidap alergi dan orang bodoh saja kira-kira yang menolak.

Tentu saja maulah, siapa tidak mau makan kepiting segar karena baru ditangkap? Gratis lagi.

Yang dimaksud Gelora ternyata bukan kepiting bakau (Scylla sp) yang biasa dijadikan menu di restoran seafood. Agak jauh di ujung utara Pulau Kemujan (Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan adalah dua daratan terbesar di kepulauan Karimunjawa, keduanya kemudian menyatu karena pendangkalan rawa) terdapat hutan di tepi pantai, dengan tanah keras berkarang. Di situlah banyak kepiting gotho, bersarang dalam lubang-lubang berdiameter sekitar 10 cm di tanah.

Sampai saat nulis cerita ini, saya belum berhasil menemukan apa nama latin kepiting gotho, atau nama lain yang dikenal. Tapi dari ciri-cirinya, ini jelas beda dengan gambaran yuyu gotho, jenis kepiting besar beracun yang dikenal di perairan Jepara dan Rembang. Entah bagaimana bisa ada nama yang sama, di daerah yang berdekatan, tapi yang dimaksud berbeda. Gotho di Jepara konon sangat beracun, bisa mematikan. Yang di Karimunjawa, berukuran sekepalan tangan orang dewasa, dan enak dimakan.

Dengan berbekal senter dan karung, kami pun berangkat. Begitu memasuki hutan,  langsung terlihat lubang-lubang sarang kepiting gotho bertebaran. Cara berburu cukup mudah, kata Gelora, cukup pasang mata dan langsung terkam dengan tangan kosong jika terlihat kepiting merayap.

Cukup mudah dengkulmu!

Nyatanya, tak gampang menemukan –apalagi menangkap—kepiting gotho. Meski sesekali terlihat ada gerakan di tanah, rasanya terlalu cepat untuk dikejar. Kepiting gotho ternyata lebih kecil dari kepiting bakau, dan setiap kali terlihat mereka cepat sekali merayap lalu menghilang ke salah satu lubang.

Brian dan hasil tangkapannya | Ari Kristyono
Namun, bagi yang terbiasa memang mudah. Gelora mengajak anak laki-lakinya, Brian, yang dengan tangkas langsung berhasil menangkap seekor kepiting yang terlambat menyelamatkan diri masuk liang. Yang sudah telanjur bersarang pun dirogoh dan ditarik paksa.

Perburuan berakhir memuaskan, karena setelah dua jam menyusuri hutan dan hanya berhasil menangkap 6 ekor kepiting, kami bertemu warga setempat yang juga sedang berburu. Melihat perolehan kami, dia tanpa banyak omong langsung merogoh karungnya dan memindahkan ke karung kami.

Total ada 25 ekor kepinting gotho yang dibawa pulang. Gelora memasaknya dengan cara yang cukup unik. Cairan di bawah cangkang kepiting dikumpulkan, lalu dibumbui sehingga menjadi semacam saus yang enak. Jujur memang tidak selezat kepiting bakau atau rajungan yang berdaging tebal. Namun, berburu kepiting gotho bisa menjadi selingan yang menyenangkan, saat berwisata ke Karimunjawa.


0 comments:

Post a Comment